Minggu, 04 September 2011

Menuju Kemadirian Gampong

 

Sekda Aceh, T. Setia Budi sedang memperlihatkan baju yang diserahkan secara simbolis oleh Direktur LPPM Aceh, Saiful Iski, yang bertuliskan “Menuju kemandirian gampong,” di Grand Nanggroe Hotel, Rabu(13/4).

Rabu, 24 Agustus 2011

Membangun Gampong dengan PP Nomor 72 tahun 2005

Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2005 tentang Desa (Aceh:Gampong)  sudah diterbitkan oleh pemerintah dan diberlakukan di seluruh Indonesia pada tanggal 30 Desember 2005. Deterbitkannya PP Nomor 72 tahun 2005, bertujuan untuk menjabarkan UU Nomor 8 tahun 2005 tentang perubahan atas undang-undang Nomor 32 tahun 2004.
Lahirnya PP Nomor 72 merupakan hal yang sangat ditunggu-tunggu oleh masyarakat dan serta keberadaannya sangat strategis, hal dikarenakan subtansi yang dikandung oleh PP Nomor 72 tahun 2005 mengatur tentang struktur pemerintahan terwabah yang diakui oleh negara RI dan mengurus masyarakat secara langsung.

Setiap peraturan yang diterbitkan besar kemungkian membawakan  Implikasi, dapat dimajukan antara lain : 

Implikasi terhadap aspek politik pemerintahan.

Aaturan yang termuat dalam undang-undang terkesan bahwa desa akan "diformalkan" dengan merubah beberapa status yang menyebabkan desa menjadi kian tersubordinasi (terbawahkan) dan sebagai bagian hegemoni (Kekuasaan) tingkat pemerintah diatasnya. disatu sisi meningkatkan otoritas kebupaten kota terhadap desa, disisilain memperlemah Otonomi Desa. Pemerintah desa tidak lagi dilihat sebagai unit yang otonom.

Contoh : 
Pada pasal 5 dan 6 PP Nomor 72 tahun 2005 tentang desa, dibukanya kesempatan bagi desa untuk merubah statusnya dari desa menjadi Kelurahan. bagi desa yang berubah statusnya menjadi kelurahan maka segala kekayaan yang dimiliki oleh kelurahan adalah menjadi milik kekayaan dari pemerintah daerah, yang dikelola oleh kelurahan yang bersangkutan untuk kepentingan masyarakat setempat.

Mekanisme pengawasan dan pertanggungjwaban Kades yang lebih bersifat vertikal. kepala desa diwajibkan untuk memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan desa kepada bupati/wali kota. sedangkan kepada BPD yang merupakan lembaga perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa, Kades hanya meberikan laporan keterangan pertanggungjawaban, serta bagi masyarakat hanya mengimformasikannya saja.

Dari segi keanggotan BPD juga terjadi perubahan, yaitu Anggota BPD adalah wakil dari penduduk desa bersangkutan berdasarkan keterwakilan wilayah yang ditetapkan dengan musyawarah dan mufakat. mereka yang berhak untuk duduk dalam struktur BPD adalah, Ketua RW, Pemangku Adat, Golongan Profesi, Pemuka Agama dan Tokoh atau Pemukan masyarakat lainnya. dalam hal ini hak masyarakat untuk memilih secara langsung anggota BPD menjadi tidak terpenuhi.

Implikasi terhadap aspek sosioligis.

Dengan berubahnya status sekdes dari bukan PNS menjadi PNS akan terjadinya pergeseran struktur dari yang bersifat tradisional ke arah yang lebih modern. jauh sebelumnya hubungan yang dibina di desa adalah lebih kehubungan kekeluargaan yang tidak dipisahkan dengan sekat formalistik, dengan berubahnya statur sekdes menjadi PNS maka akan berimbas kapada jalannya roda pemerintahan desa yang akan mengacu kepada karakter legal secara ketat.

Implikasi terhadap Kades dan Sekdes

Dalam PP 72 tahun 2005 tentang Desa tidak banyak pasa yang menjelaskan tetang Hak Kades, hanya dijelaskan pada pasal 27 bahwa kepala desa dan perangkat desa lainnya (selain sekdes PNS) diberikan penghasilan tetap setiap bulan dan /atau tunjangan lainnya sesuai dengan kemampuan keungan desa, yang ditetapkan setiap tahunnya dalam APBDes dengan ketentuan paling minimal standar Upah Minimum Regional Kabupaten/Kota. Selain dalam pasal tersebut kesejahteraan kades sama sekali tidak disingung-singgung lagi, sementara tugas kewajiban dan larangan dijelaskan secara rinci.
Implikasi terhadap keuangan desa

Ketentuan mengenaik keungan desa cuku detail disebutkan dalam PP 72 tahun 2005, desa berhak memperoleh bagi hasil pajak paling sedikit 10%, retribusi sebagian diperuntukan bagi desa, dana perimbangan keuangan pusat dan daerah paling sedikit 10%,bantuan keuangan dari pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah kabupaten/kota dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan, serta hibah dan sumbangan dari pihak ketiga yang tidak mengikat.

yang perlu menjadi perhatian kemuadiannya adalah bagiamana pemerintah daerah maupun pusat dalam mengalokasikan perimbangan keuangan sesuai dengan hak desa secara adil dan proporsional, sehingga akan mewujutkan kesejahteraan masyarakat.

Semangan yang perlu diperhatikan adalah bagaimana agar otonomi pemerintahan desa dengan orientasi pada kualitas pelayanan publik bisa ditingkatkan tanpa mengabaikan kesejahteraan para aparatur pemerintahan desa.

Salam

Mahlil.

Lampiran : Photo-photo kodisi kehidupan masyarakat desa/gampong

Gambar 1 : Meunasah Gampong Cot Lubeng Kecamatan Pandrah Kabupaten Bireuen, Provinsi Aceh

Gambar 2 : WC yang digunakan warga desa Panton Kecamatan Pandrah Kabupaten Bireuen, Provinsi Aceh

Gambar 3 : Anak-anak yang status BGM warga desa Panton Bili Kec. Pandrah Kab. Bireuen, Provinsi Aceh